Penglihat

08 Januari 2021

SISTEM PERPAJAKAN DI INDONESIA

Setiap negara memiliki sistem atau cara dalam pemungutan pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Pemungutan pajak secara umum mengenal tiga sistem, yaitu:

  1. Official Assesment Sistem, yaitu sistem yang memberikan kewenangan pemerintah atau petugas pemungut pajak untuk menghitung dan menentukan jumlah pajak terutang yang harus dibayar wajib pajak. Perhitungan pajak terutang ditetapkan dengan Surat Ketetapan Pajak. Contoh Pajak Bumi dan Bangunan.
  2. 2. Self Assesment System, yaitu sistem yang memberikan kepercayaan dan kewenangan pada wajib pajak untuk menghitung, menentukan besarnya pajak, melaporkan dan membayarnya sendiri. Pada sistem ini petugas pajak melakukan pengawasan dan bimbingan pada wajib pajak, selain penegakan hukum. Contoh Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barangf Mewah (PPn-BM).
  3. With Holding System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada pihak ketiga untuk memotong atau memungut, dan menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Contoh pemotongan pajak penghasilan karyawan (PPh pasal 21).

Alur Perpajakan di Indonesia

Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat wajib pajak perlu adanya perbaikan administrasi perpajakan. Reformasi administrasi perpajakan dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan Direktorat Jenderal Pajak dalam mengawasi pelaksanaan ketentuan perpajakan yang berlaku dengan prinsip Good Governance.

Good Governance yang dilandasi sifat transparan, akuntabel, responsif, independen dan adil, akan mendukung visi Direktorat Jenderal Pajak, yaitu menjadi “Model Pelayanan Masyarakat yang Menyelenggarakian Sistem dan Manajemen Perpajakan Kelas Dunia yang Dipercaya dan Dibanggakan oleh Masyarakat”.

Perbaikan mutu layanan secara berkesinambungan merupakan hal yang mutlak harus dilakukan. Account Representative (AR) berfungsi untuk menjembatani antara kantor pajak dengan wajib pajak, untuk memaksimalkan fungsi bimbingan, konsultasi, dan pembinaan kepada wajib pajak.

Ketentuan formal tentang perpajakan diatur dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), dan ketentuan material diatur dalam UU Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Gambar Alur Pembayaran Pajak
Sumber: http://pelayanan-pajak.blogspot.com

Keterangan gambar:
  1. Wajib pajak mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau secara online.
  2. Setelah terdaftar, wajib pajak harus menghitung jumlah pajak yang terutang, atas dasar itu membayarnya ke Bank yang ditunjuk Pemerintah atau kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
  3. Wajib Pajak mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dan melaporkannya secara langsung ke KPP atau mengirimkan dokumen SSP lembar ketiga dan SPTnya. 
  4. Wajib pajak akan mendapat tanda terima penyampaian SPT.

Objek Pajak dan Cara Pengenaan Pajak

Objek Pajak
Objek pajak adalah segala sesuatu yang menurut undang-undang dijadikan dasar pengenaan pajak. Sistem perpajakan di Indonesia diatur sebagai berikut:
  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
  2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan (PPh).
  3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).
  4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
  5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai dan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Materai.

Cara Pengenaan Pajak
1. Pajak Penghasilan (PPh)
  • Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)
    • Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada orang pribadi atau badan (subjek pajak) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak.
    • Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang diwajibkan membayar pajak berdasarkan kemampuan dan kondisinya. Dalam Pasal 2, subjek pajak adalah orang pribadi atau perseorangan dan warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan. Badan yang berbentuk perseroan terbatas, perseroan komanditer, yayasan, badan usaha milik negara atau daerah, dan persekutuan lainnya, juga termasuk sebagai subjek pajak. Selain kedua pihak tersebut, bentuk usaha tetap juga dimasukkan dalam kelompok subjek pajak.
    • Objek Pajak, yaitu penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh wajib pajak. Penghasilan yang dimaksud dapat dipakai untuk kegiatan konsumsi atau menambah kekayaan. Berikut ini contoh objek pajak penghasilan:
  • Gaji, upah, tunjangan, honorarium, uang pensiun, gratifikasi, komisi, bonus, dan imbalan lainnya atas pekerjaan atau jasa.
  • Hadiah yang berasal dari undian atau pekerjaan dan penghargaan.
  • Laba usaha, keuntungan yang berasal dari penjualan atau pengalihan harta, keuntungan atas pembebasan utang, dan keuntungan selisih kurs mata uang.
  • Bunga premium, diskonto, imbalan karena jaminan pengembalian utang, dividen, dan premi asuransi.
  • Royalti, sewa dan penghasilan yang berhubungan dengan kegiatan penggunaan harta, serta penghasilan yang berasal dari usaha berbasis syariah.
  • Tambahan kekayaan neto dari penghasilan yang belum terkena pajak, dan sebagainya.
    • Penghasilan Tidak Kena Pajak Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah pengurangan terhadap penghasilan bruto Wajib Pajak. Besar PTKP ditentukan oleh pemerintah, khususnya Menteri Keuangan, berdasarkan perkembangan ekonomi dan harga kebutuhan pokok di Indonesia. Selain aturan yang tertera dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, terdapat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian PTKP. Dalam aturan baru ini, jumlah PTKP:
      • Untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi sebesar Rp54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) per tahun atau Rp4.500.000,00 per bulan.
      • Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin sebesar Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) per tahun atau Rp375.000,00 per bulan.
      • Tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) sebesar Rp54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) per tahun atau Rp4.500.000,00 per bulan.
      • Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga sebesar Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) per tahun atau Rp375.000,00 per bulan
    • Tarif Pajak Penghasilan. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17, Tarif Pajak yang ditetapkan atas Penghasilan Kena Pajak dan besarnya Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan PKP (Penghasilan Kena Pajak). Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 Pasal 17, Tarif Pajak yang ditetapkan atas penghasilan sebagai berikut: 
                    A. Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dalam negeri adalah:
                                    Keterangan:
                        PKP= Penghasilan bersih per tahun – Penghasilan Tidak Kena Pajak(PTKP)


           
         B. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap
Untuk menghitung pajak ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Wajib Pajak Badan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
a) Peredaran Bruto (omzet)
Merupakan jumlah peredaran bruto (omzet) semua gerai/counter/ outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya.
b) Objek Pajaknya
Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak, serta besarnya pajak yang terutang dan harus dibayar adalah 1% dari jumlah peredaran bruto (omzet).
c) Jenis usaha yang dikenakan
Jenis usaha yang dikenakan diantaranya: usaha dagang, industri, dan jasa, seperti misalnya toko/kios/los kelontong, pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, warung/rumah makan, salon, dan usaha lainnya.
d) Subjek Pajaknya
Subyek pajak adalah orang pribadi dan badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT), yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak.

Contoh 1: Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2018 sebesar Rp4,5 miliar dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp500 juta. Penghitungan pajak yang terutang: seluruh penghasilan kena pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50% dari tarif PPh badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT. X tidak melebihi Rp4,8 miliar.
PPh yang terutang: (50% x 25%) x Rp500 juta = Rp62,5 juta.

Contoh 2: Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2018 sebesar Rp30 miliar dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp3 miliar. Penghitungan penghasilan kena pajak yang mendapat fasilitas dan tidak mendapat fasilitas: 
• Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas: (Rp4,8 miliar : Rp30 miliar) x Rp3 miliar = Rp480 juta. 
• Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas: Rp3 miliar – Rp480 juta = Rp2,52 miliar. 
PPh yang terutang: 
• (50% x 25%) x Rp480 juta = Rp60 juta. 
• 25% x Rp2,52 miliar = Rp630 juta. Jumlah PPh yang terutang = Rp60 juta + Rp630 juta = Rp690 juta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar